Malam makin larut,.. sedang aku sedang asyik melayan Buletin Utaman bersama teman serumah,, Kak De ( Akak rumah sewa) memanggil ku,
“ Thirah, kalau kita makan makanan yang non-muslim bagi, boleh tak? Sebab hari tu kita orang makan selamba je”..
Terkejut aku mendengar persoalan itu, bukan ku terkejut dengan soalan nya, tetapi terkejut kenapa soalan itu diajukan kepadaku.. Dengan sedikit keyakinan aku menjawab soalan nya.. sedikit sebanyak aku rasa dapat menjawab persoalan di benaknya.
Halal haramnya makanan tidak diukur dari siapa yang memberikan, melainkan atas sebab-sebab yang jelas. Yang pertama adalah dari cara mendapatkan makanan tersebut, sedangkan yang kedua dari zatnya.
Dari cara mendapatkannya, suatu makanan boleh menjadi haram untuk dimakan. Tetapi titik keharamannya bukan pada makanan itu, tetapi dari hukum cara mendapatkannya. Misalnya makanan yang dibeli dari wang hasil mencuri, memeras, menipu, menyogok, membungakan wang dan banyak lagi.
Dari keharaman zatnya pula, pada dasarnya semua makanan itu halal, kecuali yang namanya atau sifatnya disebutkan di dalam nas-nas suci, baik Al-Quran mau pun As-Sunnah.
Kalau kita kaitkan kehalalan makanan orang kafir , selama tidak ada penyimpangan dari dua guide line di atas, hukumnya adalah halal. Maka makanan pemberian non muslim, selama bukan dari hasil-hasil kejahatan di atas, hukumnya halal. Demikian juga, makanan pemberian orang kafir yang tidak disebutkan keharamannya secara tegas di dalam dua sumber hukum Islam, baik namanya atau pun kriterianya, hukumnya adalah halal (^^).
Perlulah kita dapat penjelasan di sini, perlu juga kita ketahui di antara jenis makanan orang kafir yang diharamkan adalah daging haiwan yang disembelih oleh mereka yang beragama selain Nasrani dan Yahudi. Sedangkan sembelihan Nasrani dan Yahudi hukumnya halal bagi umat Islam, meski tanpa menyebut nama Allah. Sebab kebanyakan ulama tidak menjadikan penyebutan nama Allah SWT sebagai syarat sahnya penyembelihan.
Juga haiwan yang ketika disembelih, diniatkan untuk dipersembahkan kepada dewa atau roh atau sesembahan lainnya. Misalnya haiwan-haiwan yang disembelih untuk sajian makhluk halus, kerana mengharapkan bantuannya. Atau syarat yang diberikan oleh dukun tertentu, sebagai penolak bala bencana dan sejenisnya.
Nampaknya halal haramnya jenis makanan yang terkait dengan makanan dari non muslim hanya seputar kedua hal ini saja. Iaitu bila disembelih oleh orang kafir selain ahli kitab atau disembelih secara sengaja sebagai persembahan dewa atau berhala.
Selebihnya, halal haramnya makanan bersifat umum, tidak dipengaruhi apakah sumbernya dari orang kafir atau muslim. Jika anda was-was juga untuk makan.. Lebiih baik tidak makan(^^)
Ku terkenang lagi kisahku bersama teman-teman sekelas.. Peperiksaan akhir sudah dipenghujungnya, ketika itu ku berada di semester 2, berasa sedih untuk berpisah selama 2 bulan dengan teman-teman, kami bersalaman, berlaga pipi antara kami (perempuan sahaja yer.. hehe)
Dalam perjalanan pulang ke bilik asrama, ku ditanya oleh teman akrabku, .
" Eh Thirah, boleh ke kita bersentuhan dengan non muslim( perempuan) ? "
Ku tersenyum,, mungkin temanku ini terlihat aku bersalaman dengan teman seperjuangan kami yang non-muslim itu,, Justeru, ku cuba jawab dengan tenang untuk meyakinkan teman ku itu.. Setelah selesai.. jawapan itu ku fikir cukup meyakinkan dia.. Syukurlah Allah membantuku..
Buat seorang wanita muslimah ketika bergaul dengan wanita non muslim, yang diharamkan adalah terlihat sebagian auratnya, meski sesama wanita. Sebab kedudukan wanita non muslim itu setaraf dengan laki-laki asing yang bukan mahram. Di hadapan sesama wanita tapi non muslim, diharamkan untuk melepas tudung atau jilbab. Sedangkan bila dengan sesama wanita muslimah, dibolehkan untuk terlihat sebagian aurat, seperti rambut, tangan dan kaki . Tetapi berbagai pendapat yang telah dirujuk, . Mungkin boleh dibincangkan lagi untuk post yang akan datang(^^). Insya Allah..
Berbalik kepada persoalan temanku,, masalah bersentuhan dengan wanita non muslim, tidak ada masalah. Kerana mereka pada dasarnya juga perempuan. Dalam hal ini hukumnya tidak bisa disamakan dengan hukum melihat aurat.
Juga perlu diketahui bahwa sesungguhnya tubuh orang kafir itu tidak najis, tidak sebagaimana najisnya benda-benda. Maka sentuhan kulit antara muslim dengan non muslim tidaklah membatalkan wudhu’, juga tidak mengharuskan pencucian atau pensucian. (^^)
Adapun ayat Al-Quran yang menyebutkan bahwa orang-orang musyrik itu najis, oleh para ahli tafsir disebutkan bahwa kenajisan yang dimaksud ayat itu bukanlah najis hakiki, melainkan najis hukmi.
"Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."
Najis hakiki adalah benda-benda yang kita kenal sebagai najis, seperti darah, nanah, kotoran, air kencing, bangkai dan lainnya. Sedangkan najis hukmi adalah keadaan seseorang yang sedang dalam keadaan janabah, di mana dia dilarang melakukan solat, menyentuh mushaf, masuk masjid dan sejenisnya. Seolah-olah dia terkena najis, namun bukan najis secara hakiki melainkan secara hukmi. (^^)
Untuk mensucikan najis hakiki, dilakukan pencucian dengan air hingga hilang rasa, aroma dan warna. Sedangkan untuk menghiangkan najis hukmi, cukup dengan melakukan mandi janabah. Karena itulah ayat ini dijadikan oleh para ulama sebagai landasan kewajiban bagi orang kafir yang masuk Islam untuk mandi janabah.
Jadi ayat ini bukan dalil yang menunjukkan bahwa orang kafir itu sama najisnya dengan kotoran manusia, darah, nanah, bangkai atau babi. Ayat ini tidak menyatakan kenajisan mereka secara hakiki, melainkan menegaskan kenajisan mereka secara hukmi, yaitu bahwa mereka dalam keadaan janabah yang mewajibkan mereka mandi janabah, bila masuk Islam. Juga menegaskan bahawa mereka diharamkan masuk ke tanah haram atau masjid Al-Haram di Makkah. Adapun bila masuk ke dalam masjid selain Al-Haram di Makkah, para ulama berbeda pendapat.
Bersama teman sekelas, Zizie... Dia non muslim , Tapi dia temanku.. (^^)
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan